badminton-0002.gif from 123gifs.eu

Madura Bukan Hanya Karapan Sapi

Pesona pulau Madura ternyata bukan sebatas Karapan Sapi. Pesona pulau garam ini tersebar hampir di semua kabupaten. Apa dan dimana saja obyek wisatanya? Berikut catatan Dyahrizki Iswarani dan Eddy Herdyanto dalam perjalanan menuju kota Sumenep.

Madura memiliki obyek wisata yang tersebar dari wilayah Bangkalan (kabupaten paling Barat) sampai Sumenep (paling Timur). Di daerah Bangkalan misalnya, terdapat taman wisata Arosbaya. Tempat peninggalan Cakraningrat yang bernama air mata ibu ini terletak di sekitar 11 km arah kota Bangkalan. Selain itu di Bangkalan masih terdapat dua tempat wisata yang lain yakni Tanjung Bumi yang dikenal dengan kerajinan batik tulis asli Madura dan pantai Siring Kemuning yang berpasir putih.

Sedang di kabupaten Sampang terdapat pantai Camplong. Lokasi pantai yang terkenal dengan air hangat ini terletak antara kota Sampang dengan kota Pamekasan, atau sekitar 15 km sebelum masuk kota Pamekasan. Di sini kita dapat melihat pemandangan pantai alam yang cukup indah.

Menuju arah Timur perjalanan dilanjutkan ke kota Pamekasan, kota yang setiap tahun dipakai sebagai tempat penyelenggaraan final Karapan Sapi sewilayah Madura. Kira-kira 5 km sebelum masuk kota Pamekasan tepatnya di desa Larangan Tokol kecamatan Tlanakan terdapat Wisata Api Abadi atau juga biasa disebut Api Tak Kunjung Padam. Di lokasi ini pernah dijadikan tempat pengambilan api untuk PON XIII.

Dari Pamekasan, kita bisa melanjutkan perjalanan ke kabupaten Sumenep. Memasuki kabupaten di ujung Timur pulau Madura ini kita bisa melihat dan merasakan kalau Sumenep merupakan kota tua. Kota yang luasnya lebih kurang 200 km2 ini dulu merupakan pusat kerajaan Sumenep. Disinilah terdapat beberapa peninggalan sejarah yang masih bisa kita temui, seperti masjid Jami’, keraton dan Asta Tinggi.

Masjid Jami’ Sumenep merupakan salah satu dari 10 masjid tertua di Indonesia. Arsitekturnya perpaduan seni dari Cina, Islam dan Eropa. Tidak sulit untuk menemukan masjid ini karena berada di tengah kota Sumenep. Di dekat Masjid Jami’ terdapat Keraton yang dibangun pada abad 17.

Sekarang keraton itu berfungsi sebagai rumah dinas Bupati dan museum yang menyimpan koleksi-koleksi peninggalan sejarah Madura. Di kompleks keraton ini kita bisa melihat berbagai peninggalan sejarah kerajaan Sumenep antara lain ada Taman Sare, semacam kolam renang yang konon tempat ini dipakai raja dan keluarganya mandi atau berendam. Di sudut halaman lain bisa kita temui kereta kuda, kendaraan raja waktu itu.

Dari tengah kota kita bisa meluncur menuju ke Asta Tinggi, tempat makam raja-raja Sumenep yang lokasinya berada di dataran yang lebih tinggi. Di kompleks makam tersebut terdapat 4 kubah yakni kubah Pangeran Pulang Jiwa, kubah Tumenggung Tirtonegoro, kubah Pangeran Djimat, dan kubah Panembahan Sumolo.

Di dalam kubah Pangeran Pulang Jiwa terdapat 7 makam, yakni makam Pangeran Angga Dipa, Pangeran Sepu Wirosari, pendiri masjid lama, Pangeran Rama, Raden Ayu Arta, Pangeran Pulang Jiwa, guru Pangeran Jimat dan dua makam yang belum dikenal.

Sedang di kubah Tumenggung Tirtonegoro terdapat 11 makam yaitu makam Tumenggung Tirtonegoro, Raden Ayu Tirtonegoro (istri), Raden Ario Pacinan (anak), cucu Raden Ayu Sultan Bangkalan, Kanjeng Gsuti R.A. Tumenggung Noto Kusumo, dan Kanjeng Gusti R.A. Pangeran Noto Kusumo.

Yang bersemayam di kubah Pangeran Djimat selain Pangeran Djimat juga ada 2 ipar Tumenggung Tirtonegoro yakni Ratu Ari, R.A. Wironegoro dan orang kerdil (pengikutnya)

Kubah Panembahan Sumolo letaknya agak berjauhan dengan 3 kubah tersebut. Di sana terdapat makam Panembahan Sumolo Asirudin (T.A. Notokusumo I) dan 14 orang lain yang merupakan istri-istri dan keturunan Panembahan Sumolo, di antaranya Sri Sultan Abdoerrachman (Pakunataningrat I), Panembahan Moh. Saleh (Panembahan Notokusumo II) dan Pangeran Pakunataningrat (Pangeran Mangkudiningrat).

Konon pemerintah jajahan pernah minta tolong Sri Sultan Abdoerrachman untuk menangkap Pangeran Diponegoro, dan Sri Sultan menyanggupinya karena Sultan sendiri berniat mengambil menantu.Untuk melaksanakan tugas itu Sri Sultan Abdoerrachman menemui ibu Pangeran Diponegoro dan menyampaikan maksudnya. Setelah mendapat restu, Sri Sultan Abdoerrachman berhasil menangkap Pangeran Diponegoro dengan selendang pemberian ibu Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro dibawa ke negeri Sumenep dan di tahan di desa Kepanjen. Sekarang tempat duduk dan sembahyang Pangeran Diponegoro yang terbuat dari batu masih ada di Asta Tinggi. (dyh)

0 komentar:

 

............ Copyright © 2010 | Designed by: Compartidisimo